keberhasilan warga Indonesia Mengekspor Petai dan Jengkol ke Negeri Luar

keberhasilan warga Indonesia Mengekspor Petai dan Jengkol ke Negeri Luar

Lampung Selatan, infoperjuanganrakyat.ID. BERITA keberhasilan Indonesia mengeskpor petai dan jengkol ke Jepang pada tanggal 29 Agustus 2021 sangatlah menggembirakan. Ekspor perdana kedua komoditas rakyat senilai 339 juta rupiah tersebut setidaknya memberikan harapan terhadap semakin beragamnya penerimaan pasar luar negeri atas produk pertanian Indonesia.

Petai dan jengkol yang di masa Orde Baru sering dianggap sebagai makanan rakyat miskin, ternyata memiliki beragam khasiat. Selain berguna untuk mencuci perut, melancarkan buang air besar, mencegah diabetes, mencegah resiko terkena serangan jantung koroner, kedua komoditas tersebut juga berfungsi sebagai anti oksidan.

Ekspor petai dan jengkol kian melengkapi kehebatan porang yang kini diperebutkan banyak negara. Porang yang sebelumnya sempat terabaikan, juga memiliki beragam kehebatan.
Porang sebagai sumber makanan yang rendah karbohidrat sehingga cocok untuk diet; berkhasiat menurunkan kadar kolesterol; gluten free atau bebas dari jenis protein gluten yang juga penting untuk menurunkan berat badan. Selain hal tersebut, porang juga penting sebagai bahan baku industri kecantikan. 

Kemampuan Indonesia melakukan penetrasi pasar di luar batas teritorial Indonesia termasuk dengan mengekspor petai, jengkol, dan porang tersebut harus dilihat secara positif sebagai cermin daya penetrasi Indonesia di dunia internasional.

Daya penetrasi ini selanjutnya harus ditransformasikan menjadi daya unggul produk komoditas Indonesia, dan puncaknya, melalui kegiatan riset dan inovasi dari hulu ke hilir, dan melalui peningkatan kualitas dan kapasitas produksi, berbagai komoditas tersebut harus dikembangkan menjadi keunggulan Indonesia.

Keunggulan daya saing yang terus dibangun akan membangun dominasi bagi “penguasaan pasar” atas produk pertanian. Ketika dominasi sudah tercapai, di situlah kepemimpinan Indonesia diwujudkan. Kepemimpinan Indonesia ini harus terus digalakkan dalam seluruh aspek kehidupan.
Kemenangan Indonesia di beberapa kali olimpiade Matematika dan Fisika, serta kemenangan pasangan ganda bulu tangkis perempuan Greysia Polli-Apriyani Rahayu pada Olimpiade Tokyo tahun 2021 ini adalah bukti bagaimana kepemimpinan Indonesia itu mewujud. 

Dalam dunia militer, kemampuan suatu negara untuk bisa mengarahkan kekuatan militernya di luar batas wilayahnya disebut sebagai force projection. Ekspor pete dan jengkol bisa dinilai sebagai force projection di dalam sektor perdagangan atas produk pertanian.
Keunggulan memenangkan olimpiade Matematika dan Fisika adalah force projection di bidang ilmu pengetahuan. Kemenangan pasangan ganda putri Indonesia atas pasangan ganda Cina bisa dikategorikan sebagai force projection di bidang olah raga. 

Forje Projection dalam bidang militer bukanlah hal baru bagi Indonesia. Dalam masa kepemimpinan Bung Karno, demi upaya menjaga perdamaian dunia dan menghormati prinsip kemerdekaan sebagai hak segala bangsa, Indonesia pernah melakukan force projection ini.
Bantuan Indonesia yang diambil dari senjata yang diperlukan untuk pembebasan Irian Barat dan diselundupkan ke Aljazair dan pengiriman kapal selam kelas Whiskey untuk membantu Pakistan adalah beberapa contoh force projection yang menggelorakan semangat kepemimpinan Indonesia.

Force Projection di bidang politik internasional juga dijalankan Indonesia dengan kepemimpinannya di Konferensi Asia Afrika, Gerakan Non-Blok, Konferensi Anti Pangkalan Militer Asing, Conference of the New Emerging Forces (CONEFO), dan rencana penyelenggaraan Konferensi Tri Kontinental: Asia, Afrika, dan Amerika latin yang belum jadi terlaksana akibat peristiwa 1965.

Dalam force projection itu, Bung Karno mendapat gelar Pahlawan Pembebas dan Pejuang Kemerdekaan Bangsa Islam karena perannya yang sangat penting bagi kemerdekaan Maroko, Tunisia dan Aljazair. Dalam force projection itu Indonesia juga mengusulkan pemindahan markas besar PBB ke negara netral, di luar Blok Barat dan Blok Timur, dan mengusulkan Pancasila untuk menggantikan Piagam PBB.
Pertanyaannya, dengan berbagai contoh kongkrit tentang kepemimpinan Indonesia bagi dunia tersebut, mengapa bangsa Indonesia saat ini cenderung melihat ke dalam (inward looking) sehingga ketika bangsa Indonesia bersama seluruh warga dunia memerangi pandemi Covid-19 masih saja ada sebagian komponen yang menggunakan momentum tersebut untuk mendeskreditkan Pemerintahan Jokowi-KH Ma’ruf Amin dengan alasan kebebasan berekspresi?

Mengapa di masa sulit penuh perjuangan, dan di dalam keterbatasan anggaran karena Bung Karno tidak mau mengobral kekayaan alam bagi bangsa asing, solidaritas bangsa dapat terbangun dengan cita-cita nasional yang bulat? Apakah nasionalisme dan rasa percaya diri sebagai bangsa merdeka kini telah meluntur? 

Berbagai pertanyaan di atas harus dijawab dengan bijak, dengan tradisi kritik dan otokritik, dan kemudian membangun cara pandang yang lebih luas serta berorientasi keluar (outward looking). Dengan menyadari bahwa setiap bangsa hanya maju atas rasa percaya pada kekuatan sendiri, maka sebaiknya dalam situasi pandemi seperti saat ini, solidaritas, gotong royong, dan persatuan nasional dikedepankan. Bukankah ketika bangsa Indonesia melihat secara obyektif, dan dengan membandingkan bagaimana negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Eropa, India, dan Brasil juga belum sepenuhnya bisa mengatasi pandemi dengan baik, seharusnya energi positif dapat dikedepankan.
Energi positif itu lahir dari pemikiran positif. Pemikiran positif melahirkan tindakan, cara berbicara, dan juga perilaku yang positif. Ketika hal ini menjadi kesadaran kolektif dan dilakukan oleh seluruh anak bangsa secara berdisiplin, maka yang ada adalah kekuatan yang satu untuk mampu mengalahkan pandemi.
Dengan demikian dalam situasi seperti ini, seharusnya setiap anak bangsa bertanya, apa yang sudah diberikan bagi negara, bagi tetangga disekitar kita, bagi lingkungan terdekat kita. Sudahkan kita berdisiplin menggunakan masker, meningkatkan imunitas tubuh, melakukan pembatasan sosial dengan menjaga jarak, dan bersama-sama membangun tekad bahwa bangsa Indonesia bisa mengatasi hal tersebut.

Sikap itulah yang seharusnya muncul. Sebab saat ini bukan saatnya saling menyalahkan. Momentum saat ini adalah waktu untuk berbuat sesuatu, meski nampaknya sederhana, namun penting sebagai mata rantai perbuatan yang berguna untuk mengatasi pandemi. 

Indonesia adalah bangsa dengan rekam jejak sejarah peradaban yang membanggakan. Namun kita juga tidak menutup mata atas berbagai kekurangan. Contoh sederhana, pendidikan sekolah yang seharusnya mencerdaskan kehidupan bangsa, dan berorientasi bagi penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta mengasah karakter seluruh anak bangsa agar tampil sebagai bangsa yang mengedepankan disiplin waktu, kejujuran, ketaatan pada hukum, kebiasaan untuk menciptakan nilai tambah, mengedepankan kualitas, dan menerapkan merit system dalam penilaian, di tingkat praktek ternyata masih jauh dari harapan.
Kemampuan bangsa dalam membangun budaya literasi, budaya membaca, budaya untuk menguasai ilmu-ilmu dasar, masih sangat kurang. Selain hal tersebut, berbagai ancaman ideologi kegelapan yang tidak sesuai dengan Pancasila melalui berbagai bentuk intoleransi, radikalisme, bahkan berbagai aksi teror yang anti kemanusiaan masih sering terjadi. Pendidikan sering menjadi lahan subur bagi hadirnya intoleransi. 

Berbagai tantangan di atas dapat di atasi selama seluruh anak bangsa kembali menggelorakan seluruh nilai yang terkandung dalam Pancasila. Bukankah kekerasan yang tidak pernah usai sebagaimana terjadi di Afghanistan terjadi karena mereka tidak memiliki elemen pemersatu seperti Pancasila?

Bukankah konflik yang mengorbankan nyawa rakyat dan penuh tangisan air mata akibat adanya salah satu pihak yang saling memaksakan dengan menggunakan dalil-dalil agama hanya untuk kepentingan kekuasaan politik semata? Lalu mengapa masih saja ada pihak-pihak yang tidak belajar dari konflik tersebut, dan tidak mengambil saripati bahwa kondisi bangsa Indonesia saat ini pantas disukuri karena Indonesia memiliki Pancasila dan sesanti Bhineka Tunggal Ika. Bukankah dengan adanya Pancasila tersebut sebagai bukti betapa hebatnya Indonesia sebagai bangsa?

Kuncinya adalah memastikan agar penyelenggaraan seluruh kekuasaan pemerintahan negara secepatnya berorientasi pada upaya mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah pekerjaan rumah terbesar kita.
Penataan kembali sistem politik dan sistem ekonomi yang sesuai ideologi Pancasila dan bagaimana seluruh perintah konstitusi dijalankan dengan sebaik-baiknya adalah jauh lebih penting, agar rakyat benar-benar merasakan bagaimana negara hadir. Berbagai agenda strategis kebangsaan inilah yang harus dipikirkan bersama, dan menjadi agenda bagi siapapun calon presiden, calon wakil presiden, dan seluruh calon anggota legislatif, dan calon anggota dewan perwakilan daerah yang akan berkontestasi pada tahun 2024 yang akan datang.

Sudah saatnya bangsa Indonesia kembali meletakkan jalan bersama, melalui perencanaan haluan negara guna menghadirkan kepemimpinan Indonesia menjelang 100 tahun kemerdekaannya pada tahun 2045 yang akan datang.
Dalam upaya itu, kepada seluruh elit politik Indonesia sebaiknya juga mengedepankan kritik dan otokritik, serta bersama-sama bergandengan tangan agar seluruh energi persatuan tersebut muncul, menjadi kekuatan bagi kemajuan Indonesia raya yang benar-benar percaya pada kekuatan sendiri.

Di sinilah ekspor petai dan jengkol yang nampaknya sederhana, namun bisa digunakan sebagai energi menggelorakan rasa percaya diri bagi kejayaan Indonesia. Merdeka!!!

Di Tulis Oleh : Hasto Kristiyanto.
Editor : Hardi.