CARA PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI MASYARAKAT

CARA PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI MASYARAKAT

Rita Pertiwi
Magister Ilmu Hukum. 
Universitas Lampung

Saat ini pernikahan beda agama sedang menjadi perbincangan di tengah masyarakat.  

Hal ini disebabkan karena adanya sepasang kekasih di Semarang, Jawa Tengah, melakukan pernikahan beda agama tersebut, yang mana mempelai perempuan seorang muslim menikah dengan mempelai pria yang merupakan nasrani.

Untuk mendapatkan pengesahan dan tercatat perkawinannya,  yang sering dilakukan mereka yang melangsungkan nikah beda  agama ini antara lain:

1. Salah satu pihak menundukkan diri sementara pada salah  satu ajaran agama dalam rangka mendapatkan surat nikah,  setelah itu masing-masing tetap menganut ajaran agamanya;

2. Melangsungkan pernikahan 2 kali, misal pemberkatan dan  akad nikah, tetapi yang dicatatkan hanya satu.

3. Melakukan pernikahan di luar negeri dan satu tahun setelah balik ke Indonesia, mereka mencatatkan perkawinannya di Catatan Sipil Indonesia.

Salah pihak menundukan diri sementara dalam salah satu ajaran agama dalam rangka mendapatkan surat nikah, setelah masing masing tetap menganut ajaran agamanya

1. Praktik ini yang sering dilakukan;

2. Para Pihak masih mempertahankan agamanya masing-masing, tetapi tetap berkeinginan terikat perkawinan.

3. Dalam hal ini, salah satu pihak mengorbankan keyakinan agamanya hanya  sementara, pada saat akad nikah/pemberkatan saja, setelah menikah,  masing-masing kembali pada keyakinan agamanya.

4. Ini pertanggungjawabannya langsung pada Sang Maha Pencipta. Melanggar syariat/hukum agamanya untuk yang beragama Islam.

5. Dalam hal ini ada agama-agama lain yang memberikan kebebasan penganut  agamanya untuk menikahi wanita beda agama, misal: agama Katolik. Karena  alasan Hak Asasi Manusia, Gereja Katolik memberikan keringanan  dilakukannya pernikahan beda Agama.

MELANGSUNGKAN PERNIKAHAN 2 KALI, MISAL  PEMBERKATAN TERLEBIH DAHULU DAN KEMUDIAN  AKAD NIKAH, ATAU SEBALIKNYA

1. Perbuatan ini salah satunya dilakukan hanya dalam rangka seremonial.
Padahal yang sebenarnya, dalam Islam misalnya, jika memilih menikah  secara agama Islam, maka Pihak yang non Muslim harus memeluk

2. agama Islam terlebih dahulu, tidak sekedar menundukkan diri untuk tercatat pernikahannya di Kantor Urusan Agama.

3. Tetapi dalam praktik setelah menikah, yang tadinya menundukkan diri dengan cara memeluk agama Islam terlebih dahulu, kemudian kembali  pada agamanya semula. Dan keduanya menjalankan keyakinannya  masing-masing.

4. Proses yang seperti ini memiliki dampak hukum, jika kemudian takdir menentukan bahwa mereka tidak mampu mempertahankan  perkawinannya.

5. Ada Surat Mahkamah Agung tanggal 13 Agustus 1983 kepada Ketua Pengadilan Tinggi Ujung Pandang, isi pokoknya menegaskan bahwa  yang dipergunakan sebagai ukuran menentukan berwenang tidaknya  Pengadilan Agama adalah hukum yang berlaku waktu pernikahan  dilangsungkan. Walaupun salah satunya tidak beragama Islam lagi.

Pernikahan beda agama tadi, dilangsungkan dengan pilihan istri  dalam menundukkan diri pada agama yang dianut suami,  atau sebaliknya.

Tetapi jika masing-masing memiliki berpegang teguh pada  agamanya masing-masing maka perkawinannya bisa  dicatatkan pada dinas kependudukan dan catatan sipil.  

Tetapi ini dimaknai bahwa salah satu pihak mengalah dan  menundukkan diri pada hukum perkawinan bagi non muslim,  dan dilakukan dengan Putusan Pengadilan.

Jika terjadi perceraian beda agama, prosesnya dilangsungkan  sesuai dengan cara perkawinannya yang mereka daftarkan.  

Pasutri yang setuju menikah secara Islam dan dicatat pada  KUA (Kantor Urusan Agama) maka proses perceraiannya  dilakukan pada Pengadilan Agama.
UU Peradilan Agama

MELAKUKAN PERNIKAHAN DI LUAR NEGERI  DAN MENCATATKAN PERKAWINANNYA  MELALUI CATATAN SIPIL DI INDONESIA.

1. Cara ini yang banyak dilakukan oleh mereka yang  tetap ingin melakukan beda agama, tetapi merasa  tidak difasilitasi di dalam negeri.

2. Cara ini juga sebenarnya bertentangan dengan  UUP, karena cara perkawinan ini juga  mensyaratkan bahwa perkawinan diluar negeri  tersebut tidak boleh bertentangan dengan  UUPerkawinan yang berlaku di Indonesia.